19 Maret 2010

Konsep Dasar tentang Manusia

Adalah penting buat kita untuk mengenal diri kita dan mencoba menjawab mahluk apakah kita ini ? factor-faktor apakah yang mengendalikan perilaku kita ? berikut ini ada empat konsepsi dasar tentang manusia yang telah dirangkum oleh adunksan.

1. Homo Volens (manusia berkeinginan) --- Psikoanalisis

Melukiskan manusia sebagai mahluk yang digerakkan oleh keinginan-keinginan terpendam atau perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian manusia Id, Ego, dan Superego.
Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia - pusat instink (hawa nafsu – dalam kamus agama).
Ada 2 instink dominan;
(1) Libido - instink reproduktif yang menyediakan energy dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif;
(2) Thanatos – instink destruktif dan agresif. Yang pertama disebut juga instink kehidupan (eros)yang bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga segala hal yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan pada Tuhan, dan cinta diri (narcisism).
Yang kedua merupakan instink kematian, semua motif manusia adalah gabungan antara eros dan thanatos.
Id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle), ingin segera memenuhi kebutuhannya.
Id bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan.
Id adalah tabiat hewani manusia.
Subsistem kedua adalah ego berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas di dunia luar.
Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik.
Ego lah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional ia bergerak berdasarkan prinsip realitas.
Ketika Id mendesak supaya anda membalas ejekan dengan ejekan lagi, ego memperingatkan anda bahwa lawan anda adalh “bos” yang dapat memecat anda.
Kalau anda mengikuti desakan Id, anda konyol.
Subsistem yang ketiga adalah Superego yaitu merupakan polisi kepribadian, mewakili yang ideal.
Superego adalah hati nurani yang merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan cultural masyarakatnya.
Ia memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tak berlainan kealam bawah sadar.
Baik Id maupun Superego berada dalam bawah sadar manusia.
Ego berada ditengah antara memenuhi desakan Id dan peraturan Superego.
Secara singkat perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis (Id), komponen psikologis (Ego), dan komponen sosial (Superego) atau unsur animal, rasional dan moral (hewani, akali dan nilai).

2. Homo Mechanicus (manusia mesin) --- Behaviorisme.

Yang memandang manusia sebagai mahluk yang digerakkan semaunya oleh lingkungan, teori ini lebih dikenal dengan nama teori belajar karena seluruh perilaku manusia kecuali instink adalah hasil belajar artinya perubahan perilaku manusia sebagai pengaruh lingkungan.
Teori ini tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional, dan hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Aristoteles berpendapat bahwa pada waktu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-apa, sebuah meja lilin (tabula rasa) yang siap dilukis oleh pengalaman.
Menurutnya pada waktu lahir manusia tidak mempunyai “warna mental”.
Warna ini didapat dari pengalaman. Pengalaman adalah satu-satunya jalan ke pemilikan pengetahuan. Bukankah idea yang menghasilkan pengetahuan, tetapi kedua-duanya adalah produk pengalaman.
Hal ini berarti seluruh perilaku manusia, kepribadian, dan temperamen ditentukan oleh pengalaman indrawi. Pikiran dan perasaan, bukan penyebab perilaku tetapi disebabkan oleh perilaku masa lalu.
Asumsi bahwa pengalaman adalah paling berpengaruh dalam membentuk perilaku, menyiratkan betapa plastisnya manusia.
Ia mudah dibentuk menjadi apapun dengan menciptakan lingkungan yang relevan.

3. Homo Sapiens (manusia berfikir) --- Kognitif

Yang melihat manusia sebagai mahluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah stimuli yang diterimanya. Manusia tidak lagi dipandang sebagai mahluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungan,tetapi sebagai mahluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya; mahluk yang selalu berfikir.
Manusia adalah organisme aktif yang menafsirkan dan bahkan mendistorsi lingkungan.
Sebelum memberikan respons, manusia menangkap dulu “pola” stimuli secara keseluruhan dalam satuan-satuan yang bermakna.
Huruf “1” akan dianggap sebagai angka satu dalam rangkaian “1, 2, 3,” tetapi menjadi huruf “el” dalam rangkaian “k, 1, m, n,” atau huruf “i” dalam “Indonesia“.
Manusialah yang menentukan makna stimuli itu, bukan stimuli itu sendiri. “Words don’t mean, people mean” – kata-kata tidak bermakna, oranglah yang memberi makna.
Bunyi “wi” berarti “kita” menurut orang Inggris, “siapa” menurut orang Belanda, “bagaimana” menurut orang Jerman, “duhai” menurut orang Arab, atau hanya sekedar panggilan sayang bagi gadis sunda bernama Wiwi …he..he..he…
Manusia sebagai pengolah informasi maksudnya disini adalah manusia bergeser dari orang yang suka mencari justifikasi atau membela diri menjadi orang yang secara sadar memecahkan persoalan.
Perilaku manusia dipandang sebagai produk strategi pengolahan informasi yang rasional, yang mengarahkan penyandian, penyimpanan, dan pemanggilan informasi.
Kenyataan menunjukkan bahwa manusia tidaklah serasional dugaan diatas.
Seringkali malah penilaian orang didasarkan pada informasi yang tidak lengkap dan kurang begitu rasional. Penilaian didasarkan pada data yang kurang, lalu dikombinasikan dan diwarnai oleh prakonsepsi.
Manusia menggunakan prinsip-prinsip umum dalam menetapkan keputusan atau disebut juga “cognitive heuristic” (dalil-dalil kognitif).
Contohnya adalah ada orang tua yang segera gembira ketika anaknya berpacaran dengan mahasiswa ITB, karena berpegang pada “cognitive heuristic” bahwa mahasiswa ITB mempunyai masa depan yang gemilang (tanpa memperhitungkan bahwa pacar anaknya adalah mahasiswa seni rupa yang meragukan masa depannya) atau disebut juga sebagai konsep Manusia sebagai Miskin Kognitif (The Person as Cognitive Miser).

4. Homo Ludens (manusia bermain) --- Humanisme.

Menggambarkan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transaksional dengan lingkungannya.
Manusia bukan sekedar mekanisme atau hasil proses pelaziman, untuk mengakui bahwa manusia adalah wujud yang selalu mencari makna dan bahwa hatinya selalu resah sebelum menemukan makna dalam hidupnya.
Pada behaviorisme manusia hanyalah mesin yang dibentuk lingkungan, sedangkan pada psikoanalisis manusia melulu dipengaruhi oleh naluri primitifnya.
Dalam pandangan behaviorisme manusia menjadi robot tanpa jiwa, tanpa nilai.
Dalam psikoanalisis “we see man as a savage beast”.
Keduanya tidak menghormati manusia sebagai manusia dan tidak dapat menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan menentukan, seperti cinta, kreatifitas, nilai, makna, dan pertumbuhan pribadi.
Inilah yang diisi oleh teori humanistik “Humanistic psychology is not just the study of ‘human being’ it is a commitment to human becoming”
Humanisme menggarisbesarkan pandangannya sebagai berikut :

a. Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi dimana dia – sang Aku, Ku atau diriku (the I, me, or myself) –menjadi pusat. Perilaku manusia berpusat pada konsep diri, persepsi manusia tentang identitas dirinya yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah, yang muncul dari suatu medan fenomenal. Medan keseluruhan pengalaman subyektif seorang manusia, yang terdiri dari pengalaman-pengalaman Aku dan Ku dan pengalaman yang “bukan aku”.

b. Manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri.

c. Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya – ia bereaksi pada “realitas” seperti yang dipersepsikan olehnya dan dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya.
d. Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahanan diri – berupa penyempitan dan pegkakuan persepsi dan perilaku penyesuaian serta penggunaan mekanisme pertahanan ego seperti rasionalisasi.

e. Kecenderungan batiniah manusia ialah menuju kesehatan dan keutuhan diri. Dalam kondisi yang normal ia berperilaku rasional dan konstruktif, serta memilih jalan menuju pengembangan dan aktualisasi diri.